Kepemimpinan yang melayani
(Servant Leadership) merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang
dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu
masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (Servant Leader) mempunyai
kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi
orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk
melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral
spiritual.
Keutamaan Kepemimpinan yang Melayani
Kepemimpinan yang melayani memiliki
kelebihan karena hubungan antara pemimpin (leader) dengan pengikut (followers)
berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral spiritual.
Pemimpin-pelayan mempunyai tanggung jawab untuk melayani kepentingan pengikut
agar mereka menjadi lebih sejahtera, sebaliknya para pengikut memiliki komitmen
penuh dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan keberhasilan pemimpin.
Kepemimpinan yang
melayani dapat diterapkan pada semua bidang profesi, organisasi, lembaga,
perusahaan (bisnis) dan pemerintahan karena kepelayanan bersifat universal.
Beberapa ciri dan
keutamaan kepemimpinan yang melayani yang harus melekat pada diri seorang
pemimpin-pelayan adalah sebagai berikut :
1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana organisasi dan
orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat
seorang nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya
akan diarahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua
awak kapal menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda yang
menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin
akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya
lebih kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. Visi
adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini
dengan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan
budaya) yang diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan (atau bahkan
mimpi) yang memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa
pemimpin adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi
kenyataan. Visi pemimpin-pelayan adalah memberi arah ke mana orang-orang yang
dipimpin dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik misalnya
menyangkut : penanggulangan kemiskinan, pengangguran, perbaikan pendidikan dan
rasa keadilan masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan Visioner mengatakan
: Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih
keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik,
berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas.
2.
Orientasi pada
Pelayanan. Pemimpin-pelayan
berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri.
Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan
pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi,
pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan
sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau
mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta
kasih. Pada era otonomi daerah, setiap daerah berusaha memperjuangkan kenaikan
anggaran belanja daerahnya. Namun sering timbul pertanyaan di kalangan masyarakat
: Apakah dengan kenaikan anggaran belanja negara/ daerah terjadi juga perbaikan
pada pelayanan masyarakat ? Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan
masyarakat yang paling bawah karena ia memegang mandat mayoritas rakyat yang
memerlukan pelayanan. Peningkatan pada anggaran belanja harus disertai dengan
perbaikan pada pelayanan masyarakat, bukan sebaliknya memberi peluang pada
penyalahgunaan keuangan negara/Daerah.
3.
Membangun
Kepengikutan (Followership). Pemimpin-pelayan mengutamakan terciptanya kepengikutan (followership)
karena dalam kenyataannya keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan
oleh para pengikut atau para pemimpin di bawahnya. Penelitian yang dilakukan Profesor Robert E. Kelley, pelopor
pengajaran Followership and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity,
menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi 80 persen ditentukan oleh para
pengikut (followers) dan 20 persen merupakan kontrubusi pemimpin (leader).
Pengikut yang bekerja dengan semangat dan memiliki komitmen penuh akan
menentukan keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang bekerja sendiri (single
player/ single fighter) dan tidak menciptakan pengikut tidak akan
mencapai hasil yang diharapkan. Pengalaman menunjukkan ada pemimpin yang secara
pribadi memiliki kemampuan dan pandai, tetapi kurang berhasil dalam memimpin
karena tidak menciptakan pengikut yang solid. Pemimpin-pelayan mengatakan
setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita” dari pada keberhasilan
“saya” atau “kami”. Sebaliknya apabila terjadi kegagalan,
merupakan kegagalan “saya” dan pemimpin bersedia memikul tanggungjawab.
4.
Membentuk Tim dan
Bekerja dengan Tim. Pemimpin-pelayan harus membentuk tim (team work)
dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya, menjelaskan
visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Pemilihan anggota tim
atau staf/pembantu sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai tujuan dengan
efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih orang-orang kaya arti
yang mau bekerja keras untuk organisasi, bukan orang yang miskin arti
yang tidak berbuat apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung
menimbulkan masalah bagi organisasi. Diilustrasikan seperti sekelompok orang
yang memikul beban (beban tugas organisasi), ada yang benar-benar memikul
beban, ada yang pura-pura memikul dan ada yang bergelantungan pada beban yang
dipikul. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain
melalui rekam jejak (track record), bakat (talenta), pekerja keras,
kapabiltas, mentalitas dan moralitas anggota tim.
5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana bahtera
organisasi akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana
yang dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-program kerja serta
perangkat lain yang membantunya dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan
adalah melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi
pelayanan dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan
demikian tujuan organisasi dapat dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan
secara konsisten dan konsekuen pada penggunaan anggaran negara/Daerah untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karena dana/anggaran itu berasal dari
rakyat. Rambu-rambu peringatan untuk tetap setia pada misi sebenarnya telah
diucapkan seorang pemimpin pada waktu melafalkan Sumpah Jabatan. Namun, dalam
kenyataannya sumpah jabatan yang diucapkan “demi Allah” seringkali dilanggar
karena kelemahan sang pemimpin. Materialisme, hedonisme dan konsumerisme sedang mengepung
kehidupan umat manusia, termasuk para pemimpin. Orang cenderung tergoda ingin
memiliki materi lebih (having) ketimbang menjadi manusia yang lebih
bermartabat (being).
6.
Menjaga
Kepercayaan. Menjadi pemimpin
adalah menerima kepercayaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa melalui organisasi atau
pemerintah untuk memimpin rakyat. Pemimpin adalah orang-orang pilihan di antara
sejumlah orang-orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan
tertentu yang menyebabkan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin. Maka kepercayaan
yang diterimanya harus dijaga dan dipelihara dengan membuktikan melalui
tindakan-tindakan nyata melayani rakyat dan menghindari hal-hal yang membuat
orang kehilangan kepercayaan kepadanya. Bila seorang pemimpin mengkhianati dan
kehilangan kepercayaan dari organisasi dan rakyat yang dipimpinnya maka
sebenarnya ia sudah kehilangan roh kepemimpinannya, walaupun jabatan formal
sebagai pemimpin masih melekat padanya.
7. Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin adalah kekuatan dalam memimpin dan
mengelola organisasi. The
power to manage is the power to make decision.
Seorang pemimpin-pelayan harus berani
mengambil keputusan yang membuktikan keberpihakannya pada rakyat kecil. Salah
satu contoh : rakyat di desa memiliki keterampilan untuk membuat aneka
kerajinan tangan yang khas tetapi tidak memiliki akses ke pasar. Mereka
memiliki keterampilan memproduksi aneka kerajinan tangan tetapi mengalami keterbatasan
modal kerja dan pemasaran produk-produk lokal yang dihasilkan. Pemimpin-pelayan
dapat mengambil keputusan untuk mewajibkan masyarakat menggunakan produk lokal
untuk membantu industri kecil / industri rumah tangga di desa-desa. Keputusan
yang berpihak pada rakyat kecil akan didukung oleh masyarakat luas, apalagi
bila dipelopori oleh para pemimpin / pejabat dengan menggunakan produk lokal.
8. Melatih
dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik pengganti
(membentuk kader ) merupakan kewajiban seorang pemimpin. Seharusnya ada
beberapa lapisan kader pengganti apabila pemimpin berhalangan atau memasuki
masa purnatugas. Bertambahnya usia seorang pemimpin mengakibatkan kemampuan
fisik dan daya pikirnya berkurang dan proses regenerasi tidak dapat dihindari.
Namun dalam kenyataannya, sifat legawa makin sulit ditemukan pada diri
para pemimpin. Pemimpin cenderung berkeinginan selama mungkin berkuasa,
sementara kader-kader potensial tersingkir karena faktor usia atau
faktor-faktor lain (politik, ekonomi, egosime kelompok dll). Pemimpin-pelayan
mendidik dan melatih pengganti karena ia tidak berorientasi pada kekuasaan
tetapi pada pelayanan. Baginya purnatugas identik dengan alih tugas karena masih
banyak tugas-tugas pelayanan lain yang bisa dilakukannya di tengah masyarakat.
9. Memberdayakan
kaum Perempuan. Pemimpin-pelayan menggunakan manajemen
“Omega” yaitu gaya kepemimpinan Alpha yang maskulin dan Beta
yang feminin, sebab dengan mengendalikan energi spiritual, baik laki-laki
maupun perempuan bisa diberdayakan menjadi pemimpin-pemimpin yang dibutuhkan
pada masa mendatang. SDM kaum perempuan memiliki kemampuan-kemampuan
tertentu yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin harus pandai-pandai
menggunakan kemampuan kaum perempuan untuk keberhasilan tugas organisasinya.
10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi
tanggungjawab kepada bawahan adalah memberi kesempatan kepadanya untuk
berkembang dan tentu saja mengawasi serta kemudian meminta pertanggungjawaban.
Membuat orang bertanggungjawab adalah memberi mereka kesempatan menggapai
keberhasilan, dan hal itu dimulai dari hal-hal yang kecil.
11. Memberi Teladan. Ada
pendapat bahwa anak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat, ketimbang
apa yang mereka dengar. Buku-buku panduan dan buku instruksi tidak dapat secara
langsung membangun kultur organisasi pada anggota. Pemimpin memberi teladan
dengan apa yang mereka lakukan. Sesudah itu ia menganjurkan pengikutnya untuk
melakukan apa yang diteladaninya, dan kemudian mengharuskan mereka mengikuti
teladan itu. Salah satu contoh sederhana adalah soal menepati waktu untuk
mengikuti suatu acara atau undangan. Kebiasaan menggunakan “jam karet” dapat
diatasi apabila pemimpin datang tepat waktu dan acara segera dimulai, walaupun
belum semua undangan hadir. Sebaliknya bila semua orang berpikir belum banyak
orang datang pada waktu yang ditentukan maka kebiasaan “jam karet” akan terus
berlanjut seperti lingkaran setan yang tidak berujung.
12. Menyadari Pentingnya Hubungan /
Komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi antara
pemimpin dan yang dipimpin sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah
urat nadinya kepemimpinan. Komunikasi sangat menentukan tingkat keefektifan
kepemimpinan seorang pemimpin. Kegagalan dalam berkomunikasi atau miskomunikasi
dalam kepemimpinan ibarat urat nadi darah yang tersumbat sehingga orang menjadi
sakit. Lembaga atau organisasi bisa mengalami stagnasi bila kontak atau
komunikasi pemimpin dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi pengikut
mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan pelaksanaan tugasnya dan
pemimpin tidak tahu apa yang dikerjakan pengikutnya. Miskomunikasi bisa membuat
misi organisasi gagal. Hubungan antara pemimpin dan pengikut dapat dilakukan
melalui berbagai cara, misalnya melalui apel bekerja, briefing, rapat kerja,
jam pimpinan, kontak pribadi melalui alat komunikasi (tilpon, SMS) dan
sebagainya. Pemimpin bisa memberi arahan, mendengarkan laporan,
mengevaluasi tugas, sebaliknya bawahan bisa menanyakan hal-hal yang belum
jelas, meminta arahan dan memperbaiki hal-hal yang dianggap salah. Para
pemimpin-pelayan harus menyadari pentingnya komunikasi secara vertikal dengan
atasan dan Tuhan, ke bawah dengan tim dan para pengikut, serta secara
horisontal dengan sesama mitra kerjanya, tokoh masyarakat dan agama. Yang lebih
penting, pemimpin-pelayan bisa menciptakan komunikasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya sehingga dapat menyerap aspirasi rakyat untuk bahan penentu
kebijaksanaannya. Dalam arti yang lebih luas, hubungan pemimpin dan yang
dipimpin tidak sekedar sebagai atasan dan bawahan, tetapi ia juga dapat
berperan sebagai seorang bapak (mengayomi), teman (menjadi mitra kerja),
guru (teladan, tempat bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah).
Semoga
bermanfaat dalam mengembang tugas dan tanggungjawab dalam berbagai kepemimpinan
mulai dari keluarga hingga Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar